Masya Allah atau Subhanallah?

[Prawacana] Banyak artikel bagus beredar secara broadcast di media sosial. Mungkin telah Anda tandai pula sebagaistarred message(s) di WhatsApp. Kami mengumpulkannya dalam satu kategori “Brodkes Sosmed” agar memudahkan saat ingin membaca kembali.

Oleh: K. H. Muhammad Arifin Ilham

Ungkapan dzikir atau kalimah thayyibah “Subhanallah” sering tertukar dengan ungkapan “Masya Allah”.
Ucapkan “Masya Allah” kalau kita MERASA KAGUM.
Ucapkan “Subhanallah” jika MELIHAT KEBURUKAN.

Selama ini kaum Muslim sering “salah kaprah” dalam mengucapkan “Subhanallah” (Mahasuci Allah dari keburukan demikian), tertukar dengan ungkapan “Masya Allah” (Hal itu terjadi atas kehendak Allah). Kalau kita takjub, kagum, atau mendengar hal baik dan melihat hal indah, biasanya kita mengatakan “Subhanallah”. Padahal, seharusnya kita mengucapkan “Masya Allah” yang bermakna “Hal itu terjadi atas kehendak Allah”.

Ungkapan “Subhanallah” tepatnya digunakan untuk mengungkapkan “ketidaksetujuan atas sesuatu”. Misalnya, begitu mendengar ada keburukan, kejahatan, atau kemaksiatan, kita katakan “Subhanallah” (Mahasuci Allah dari keburukan demikian).

Ucapan Masya Allah

Masya Allah artinya “Allah telah berkehendak akan hal itu”. Ungkapan kekaguman kepada Allah dan ciptaanNya yang indah lagi baik. Menyatakan “semua itu terjadi atas kehendak Allah”.

Masya Allah diucapkan bila seseorang melihat hal yang baik dan indah. Ekspresi penghargaan sekaligus pengingat bahwa semua itu bisa terjadi hanya karena kehendak-Nya.

Allah Swt berfirman:

“Dan mengapa kamu tidak mengucapkan tatkala kamu memasuki kebunmu, ‘Maasya Allah laa quwwata illa billah‘ (sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). Sekiranya kamu anggap aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan?” (QS. Al-Kahfi: 39).

Ucapan Subhanallah

Saat mendengar atau melihat hal buruk/jelek, ucapkan “Subhanallah” sebagai penegasan: “Allah Mahasuci dari keburukan tersebut”.

Dari Abu Hurairah, ia berkata: “Suatu hari aku berjunub dan aku melihat Rasulullah Saw berjalan bersama para sahabat, lalu aku menjauhi mereka dan pulang untuk mandi junub. Setelah itu aku datang menemui Rasulullah SAW.

Beliau bersabda:

‘Wahai Abu Hurairah, mengapakah engkau malah pergi ketika kami muncul?’
Aku menjawab: ‘Wahai Rasulullah, aku kotor (dalam keadaan junub) dan aku tidak nyaman untuk bertemu Anda sekalian dalam keadaan junub”. Rasulullah Saw bersabda: “Subhanallah, sesungguhnya mukmin tidak najis.”
(HR. Tirmizi)

“Sesungguhnya mukmin tidak najis” maksudnya, keadaan junub jangan menjadi halangan untuk bertemu sesama Muslim. Dalam Al-Quran, ungkapan Subhanallah digunakan dalam menyucikan Allah dari hal yang tak pantas (hal buruk), misalnya: “Mahasuci Allah dari mempunyai anak, dari apa yang mereka sifatkan, mereka persekutukan”, juga digunakan untuk mengungkapkan keberlepasan diri dari hal menjijikkan semacam syirik.” (QS. 40-41).

Jadi, kesimpulannya, ungkapan Subhanallah dianjurkan setiap kali seseorang melihat sesuatu yang tidak baik, bukan yang baik-baik atau keindahan. Dengan ucapan itu, kita menegaskan bahwa Allah Subahanahu wa Ta’ala Maha Suci dari semua keburukan tersebut.

Masya Allah diucapkan bila seseorang melihat yang indah, indah karena keindahan atas kuasa dan kehendak Allah Ta’ala. Lalu, apakah kita berdosa karena mengucapkan Subhanallah, padahal seharusnya Masya Allah dan sebaliknya? Insyaa Allah tidak. Allah Maha Mengerti maksud perkataan hamba-Nya. Hanya saja, setelah tahu, mari kita ungkapkan dengan tepat antara Subhanallah dan Masya Allah.

Wallahu a’lam bish-shawabi.


*Diteruskan kembali oleh Djoko Suhardijarko – Grup WA Kasmaji81 (03/10/2016) dari kamar sebelah (sumber “Riba Crisis Centre”).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp chat