Kyoto-eki adalah salah satu contoh prasarana transportasi yang bisa menjadi rujukan kota-kota metropolitan dunia. Tuti berkesempatan mengunjungi stasiun itu, bukan sekedar jalan-jalan tentunya, tapi sekaligus studi banding. Artikel di bawah ini dikutip dari sini, sedangkan foto-foto dari halaman facebooknya Tuti.
.
Kyoto sangat dikenal sebagai kota budaya di Jepang, seperti halnya Yogya dan Solo di Indonesia. Citra ini memang tidak timbul dalam sekejap. Kalau kita sempat berkeliling Kyoto maka hal ini tampak jelas melalui arsitekturnya yang terpelihara dengan baik, antara lain kuil-kuil besar, dan rumah-rumah tradisional yang kini banyak beralih fungsi menjadi penginapan atau ryokan.
Di Kyoto-eki
Stasiun Kyoto-eki dibangun untuk memperingati 1200 tahun kekaisaran Heian dan dibuka untuk publik pada tahun 1997. Bangunan terdiri dari 16 lantai termasuk 3 lantai basement, diisi dengan berbagai fungsi lain seperti kantor pemerintah, kantor pos, museum, department store, hotel, teater, shopping mall, bioskop, restoran dan sebuah lantai observasi di atas. Luas keseluruhan lantai mencapai 238.000 m2. Dinding-dinding kaca membawa masuk cahaya matahari untuk penerangan siang hari, dan ruang-ruang dalam yang terbuka memberikan kesempatan para pengguna stasiun untuk tetap dapat melihat ruang luar. Pada malam hari dinding kaca ini menjadi layar transparan besar yang memperlihatkan cahaya dan denyut kegiatan di dalam stasiun.
Riza, Sorja Koesuma, Tuti.. (capek jalan2, Tut?)
Ukuran stasiun ini adalah panjang 470 meter, lebar 27 meter dan tinggi 60 meter. Design-nya memaksimalkan penggunaan struktur baja dan dinding-dinding kaca yang luas. Bandingkan dengan kuil-kuil kayu dan batu yang bertebaran di kota itu! Arsiteknya mengatakan bahwa ini adalah simbol sebuah gerbang penghormatan kepada sejarah. Salah satu perujudannya adalah memantulkan kesibukan kota pada dinding kaca sebagai interaksi dengan arsitektur Kyoto tua.
Bersama Amirotun, di Kyoto-eki
Kebiasaan lama yang juga ditinggalkan adalah merancang ruang utama hanya untuk fungsi stasiun. Disini kita tidak melihat itu. Bahkan bila kita berada di dalam hall utama, kita tidak melihat rel kereta api sama sekali. Yang menonjol justru elemen-elemen sirkulasi seperti tangga, escalator yang menjulang, ruang-ruang terbuka yang besar untuk meeting point, serta berbagai akses menuju hotel, restauran atau menuju peron kereta api. Loket-loket penjualan karcis diletakkan di beberapa tempat sehingga kerumunan para pembeli tidak mengganggu arus keluar masuk. Harap dimengerti bahwa secara fungsional, stasiun ini memang dirancang untuk menjadi hub utama dari berbagai moda transportasi. Selain kereta api lokal, dan bis kota yang dengan jalur mengelilingi Kyoto, ada juga terminal bis yang dihubungkan langsung dengan bandara Kansai yang baru di Osaka. Jalur kereta api super cepat shinkansen antara Tokyo, Nagoya dan Osaka juga melalui stasiun ini. Jelas hal ini merupakan keputusan pemerintah daerah Kyoto untuk bertahan sebagai tujuan utama turis datang ke Jepang.
Wualah…..ora ono wong sing luwih sregep tinimbang Yudi, babagan nguri-uri Kasmaji. Jan, surprise…. bak wartawan senior (u/ mslh memburu berita). BRAVO YUDI!!
Ini ceritanya bukan studi banding kok, tp bersama teman2 UNS, bu Amirotul (teman se-Lab & se-asrama), dan P.Riza & P.Sorja (2 teman Post-Doc dari Nagoya & Kyoto), menemui Rektor UNS yg lagi seminar di Hotel Granvia-Kyoto.
Janjian ketemuan sdh dibuat semenjak beliaunya msh di Solo, tapi, mulai telp ke hp, nge-sms, titip pesan ke receptionist, maupun telp dari front-desk hotel pun tidak berbalas….sama sekali (wualah…lagean Solo kok ya isih katut digowo nyang paran !!)
Ya sudah, capek nunggu 3,5 jam….mending sblm pulang belanja2 souvenir di bawah Kyoto Tower . mengurangi dongkol.. (pdhal jaraknya dr asrama +/- 100 km, lho). Bgtu cerita dongkolnya …… hehehe….
Salam,
TAgt
Iyo, Tut.. www (wartawan wagu tur waton), lha mung asal kutip sana tempel sini. Tujune ora nganggo konfirmasi. Nek sing ditulis perkara pengin ketemu rektor kan kurang heboh. 😀
Nah itu dia Kyoto terpelihara sbg cagar budaya, di negeri tercinta Situs Majapahit terlemapar dan malah rusak. Gara2 PIM.
Salam, Sestri Kasmaji 77
mampir nich dari jakarta selatan