Suatu saat nanti kitalah ayah/ibu…

[Pengantar] Banyak artikel bagus beredar secara broadcast di media sosial. Mungkin telah Anda tandai pula sebagai starred message(s) di WhatsApp. Kami mengumpulkannya dalam satu kategori “Brodkes Sosmed” agar memudahkan saat ingin membaca kembali.

Setelah ayahnya meninggal dunia, seorang anak telah mengantar ibunya ke panti jompo. Dia datang menengok ibunya dari satu waktu ke waktu yang lain. Pada satu hari dia menerima panggilan dari panti jompo tersebut, yang mengabarkan kalau ibunya dalam keadaan di ujung nyawa dan hampir meninggal. Dengan cepat dia datang untuk berada di samping ibunya pada saat saat terakhir.

Dia bertanya kepada ibunya : Apakah yang ibu ingin saya lakukan untuk ibu?

Ibunya menjawab: Aku mau kamu sumbangkan kipas angin untuk panti jompo ini, karena di sini tidak ada kipas angin. Letakkan juga kulkas, tukang masak dan makanan, karena aku sering tertidur dalam keadaan lapar tidak makan.

‘Ibu kenapa pada saat seperti ini baru ibu menginginkan semua hal ini?’ Anak itu bertanya kembali.

Ibunya memberi alasan: Tidak apa apa anakku, ibu sudah bisa menyesuaikan diri dengan kehidupan panas tanpa kipas dan lapar. CUMA IBU BINGUNG & TAKUT NANTI SAAT ANAK-ANAK KAMU MENGANTAR KAMU KE SINI KAMU TIDAK BISA MENYESUAIKAN DIRI’..

Renungkanlah. Apa rasanya kalau ibu/ayah kita sendiri yg mengirim pesan berikut?

Anakku…

Bila aku tua,

Andai aku jatuhkan gelas atau terlepas piring dari genggamanku,

Aku berharap kamu tidak menjerit marah kepadaku,

Karena tenaga orang tua sepertiku semakin tidak kuat dan karena aku sakit.

Pandangan mataku semakin kabur. Kamu harus mengerti dan bersabar denganku.

Anakku…

Bila aku tua,

Andai tutur kata ku lambat/perlahan dan aku tidak mampu mendengar apa yang kamu katakan,

Aku berharap kamu tidak menjerit padaku,

“Ibu tulikah?” “Ibu bisukah ? ”

Aku minta maaf anakku.

Aku semakin MENUA…

Anakku…

Bila aku tua,

Andai aku selalu saja bertanya tentang hal yang sama berulang-ulang,

Aku berharap kamu tetap sabar mendengar dan melayaniku, seperti aku sabar menjawab semua pertanyaanmu saat kamu kecil dulu,

Semua itu adalah sebagian dari proses PENUAAN.

Kamu akan mengerti nanti bila kamu semakin tua.

Anakku…

Bila aku tua,

Andai aku berbau busuk, amis dan kotor,

Aku berharap kamu tidak tutup hidung atau muntah di depanku.

Dan tidak menjerit menyuruh aku mandi.

Badan aku lemah.

Aku tidak ada tenaga untuk melakukan semua itu sendiri.

Mandikanlah aku seperti aku memandikanmu semasa kamu kecil dulu.

Anakku…

Bila aku tua, seandainya aku sakit, temanilah aku, aku ingin anakku berada bersamaku.

Anakku….

Bila aku tua dan waktu kematianku sudah tiba, Aku berharap kamu akan memegang tanganku dan memberi kekuatan untuk aku menghadapi kematianku.

Jangan cemas.

Jangan menangis.

Hadapi dengan keridhoan.

Aku berjanji padamu.

Bila aku bertemu Allah.

Aku akan berbisik padaNya supaya senantiasa memberkati dan merahmati kamu kerana kamu sangat mencintai dan mentaatiku.

Terima kasih banyak karena mencintaiku….

Terima kasih banyak karena telah menjagaku…

Aku mencintai kamu lebih dari kamu mencintai dirimu sendiri..

*Menjadi peringatan dan pelajaran untuk kita kalau kita masih ada ibu dan ayah.
Sebab kita tidak mau kita atau anak-anak kita senantiasa berdosa dengan ibu dan ayah kita atau ibu dan ayah mereka…*

RENUNGKAN LAH……
PADA SAAT INI KITALAH ANAK…. DAN PADA SAATNYA NANTI KITALAH IBU/AYAH

 


Diteruskan kembali oleh Sinung Prastowo– Grup WA Kasmaji81 (13/08/2016) dari kamar sebelah (sumber dan nama penulis asli tidak disebutkan). 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp chat