Renungan Jumat oleh Mustadihisyam
” Maka bersabarlah sebagaimana kesabaran ulul-azmi dari para rasul dan janganlah memohon disegerakan (azab) bagi mereka …” (QS 46:35).
Ayat terakhir surat al-Ahqaaf (Bukit-bukit Pasir) di atas selain berisi seruan untuk bersabar, dan tidak memohon disegerakannya azab bagi kaum fasik,juga menegaskan agar meneladani sikap para rasul ulul-azmi, para utusan pemilik keteguhan hati. Sebab, pada diri mereka itu terdapat banyak sifat dan sikap baik untuk dijadikan rujukan dalam menjalani hidup ini sesuai dengan fitrah kemanusiaan.
Pada saat-saat tertentu atau ketika menghadapi persoalan hidup yang berat, kita butuhkan benar hadirnya rujukan sikap dari para tokoh berwatak yang meski berbeda kualitasnya namun mirip persoalannya dengan kita. Dari rujukan mereka itu kita harapkan benar adanya semacam ‘doping’ kejiwaan sehingga kita punya landasan kuat untuk mengatasi persoalan yang kini menghadang dan menantang di depan mata.
Sebutlah semakin peka dan menajamnya kalbu, berubahnya sikap pesimistis menjadi optimistis, juga melurusnya niat yang kemarin kabur ataupun tumbuhnya format kerja dan pola pemikiran baru. Lima rasul kenamaan yang berpredikat ulul-azmi ialah Nuh as, Ibrahim as, Musa as, Isa as, dan Muhammad saw. Tak satu pun dari mereka itu yang tidak menghadapi tantangan hidup amat berat, nyaris pada setiap awal kerasulannya mereka dilecehkan orang,
Nabi Isa as, sejak kelahirannya karena stempel ‘anak haram’, dan Musa as terkucil ikut ‘bapak angkat’ Fir’aun. Namun, mereka tetap berteguh hati menjalankan peran kerasulannya. Aneka tantangan hidup tidak menyurutkan nyali mereka. Nuh as membuat perahu besar yang saat itu mustahil diperlukan dan Ibrahim as merusak tuhan berhala kaumnya. Sejumlah cobaan ditimpakan Tuhan untuk menguji seberapa murni niat dan kualitas kepribadian mereka. Anak kandung Nuh as menentang bapak dan ajaran-Nya, sampai tua Ibrahim as tidak berputra dan ketika putranya masih kecil diminta Tuhan untuk disembelih.
Sementara Musa as harus berhadapan langsung dengan Fir’aun yang nyata-nyata telah memeliharanya. Juga Isa as, yang diburu tentara Romawi untuk dibunuh. Tak terkecuali Muhammad saw yang dimusuhi oleh pamannya sendiri Abu Lahab, diboikot hingga terusir dari kampungnya. Namun eloknya tidak satu pun yang patah-arang lantas tidak bisa sabaran untuk memohon disegerakannya azab bagi penentangnya. Justru sebaliknya, ketika Muhammad saw terluka dilempari batu di Thaif ia justru memohon agar para pelempar itu kelak menjadi sadar. Para rasul ulul azmi ini kentara tidak bersedia menentang hukum alam (sunnatullah), tidak mau mempercepat proses alami yang murni lagi asli karena besarnya stok kesabaran yang dimiliki.
Ulul azmi, pemilik keteguhan hati adalah mereka yang sukses di dunia maupun akhirat. Penuh di dalamnya sifat sabar, dalam arti melakukan sesuatu usaha dengan pikiran jernih dan terukur, tidak mengunakan nafsu belaka dan kesediaan untuk memproses segala sesuatu sesuai sunnatullah, tidak mempercepat usaha, asal jadi tanpa mempertimbangkan kwalitas, dan tidak pula memperlambatnya, bermalas-malasan. Benar bahwa teguh hati merupakan kunci sukses namun betapa tidak mudah untuk melakukannya kecuali selalu berkomunikasi dengan Sumber Kekuatan Sejati, Allah SWT.
Wallahu a’lam bis shawab.