Oleh Ira Sumarah Hartati Kusumastuti
Paras Ratu Banowati memucat saat prabu Duryudana bersabda, bahwa dia menerima kehamilan Banowati dengan keragu-raguan. Kecemburuannya pada kemesraan Banowati dengan Arjuna, membuatnya mengeluarkan supata : “Diajeng ratuku, camkan ini! Aku tidak mendahului kehendak Hyang Tunggal, tapi perhatikan kata-kataku… jika bayimu kelak lahir sebagai seorang putri, maka itu adalah anak Arjuna pacar gelapmu, dan bayi itu akan langsung aku bunuh. Tapi, kalau bayimu lahir sebagai anak laki-laki, maka dia adalah buah cinta kasih kita dan aku akan mengasihinya serta menjadikannya sebagai Putra Mahkota Hastinapura.”
Petir menyambar di hati Banowati, sementara cuaca di atas Hastinapura tiba-tiba meredup menyisakan hawa dingin yang menggigit tulang. Setelah mengeluarkan supatanya, Duryudana meninggalkan kerajaannya, untuk ekspansi memperlebar wilayah kekuasaannya, meninggalkan Banowati dalam kegalauan yang tak terukur.
Saat yang mendebarkan pun tiba, Ratu Banowati melahirkan bayinya, yang ternyata lahir seorang bayi perempuan. Betapa paniknya Banowati akan hal itu. Tapi dengan pertolongan Kresna bayi tersebut ditukar dengan bayi laki-laki sebelum Duryudana melihatnya, karena waktu itu Duryudana masih berada di luar Astina.
Di saat yang hampir sama, Dewi Manuhara, salah seorang istri Arjuna juga melahirkan bayi perempuan yang kemudian diberi nama Endang Pergiwa. Anak Banowati diberikan Kresna kepada Manuhara agar diakui sebagai anak kembarnya. Anak dari Banowati tersebut diberi nama Endang Pergiwati.
Sedang untuk putra Banowati dan Duryudana, Kresna mengambil seorang anak gendruwa yang dipujanya dan berubah wujud menjadi bayi manusia yang tampan tapi terlihat agak idiot.
Saat tiba di Istana dan mendengar kabar Banowati melahirkan putra tampan, Duryudana sangat bahagia. Dia merasa sudah memenangkan cinta Banowati dari Arjuna. Bayi itu diberi nama Lesmana Mandrakumara, dijadikan Putra Mahkota, dididik dan dimanjakan dengan berlebihan, sehingga tumbuh sebagai anak cengeng, manja, yang selalu ingin dituruti kemauannya.
Saat dewasa, oleh ayahandanya Lesmana diperintahkan bertapa di hutan untuk mendapatkan Wahyu Cakraningrat, yaitu Wahyu dari Bathara Cakraningrat yang akan menjadikan siapapun yg mendapatkannya menjadi Raja besar dan menurunkan raja-raja besar berikutnya.
Alkisah…
Di pinggir bukit Wanamarta berbekal tekad bulat, Batara Cakraningrat ditemani Dewi Maninten istrinya turun ke bumi. Kedatangan mereka sudah ditunggu-tunggu oleh tiga pemuda yang berambisi menyandang gelar raja. Tiga pemuda itu, yakni Raden Lesmana Mandrakumara putra Prabu Duryudana dan Ratu Banowati, Raden Samba putra dari raja Dwarawati Sri Kresna, serta Raden Abimanyu putera Arjuna. Karakter ketiga pemuda tersebut berbeda satu sama lain.
Raden Lesmana, yang memiliki karakter manja dan mudah tergoda dengan hal-hal duniawi. Ketika Lesmana bertapa di hutan Ganggowirayang, dia ditemani satu peleton pasukan yang siap mencukupi kebutuhannya untuk makan minum, dan segala kemewahan lainnya. Alas pertapaannya dilapisi beludru sutra yang empuk, bergantian para ponggawa mengipasi tubuhnya supaya terasa sejuk, makanan dan minuman lezat selalu tersedia kalau dia haus dan kelaparan.
Wahyu Cakraningrat sempat masuk ke dalam dirinya. Sayangnya, Lesmana tidak bisa mengontrol diri ketika digoda putri cantik Pamilutsih yang merupakan jelmaan Dewi Maninten. Alhasil wahyu itu pergi meninggalkannya.
Tidak jauh berbeda dengan karakter Lesmana, Raden Samba juga tidak memiliki pengendalian diri yang kuat. Samba dikenal sebagai putera raja yang arogan. Seperti halnya Lesmana, Samba pun bertapa di hutan untuk mendapatkan wahyu. Ketika sang wahyu datang menghampirinya, Samba lengah mengontrol hawa nafsunya. Lagi-lagi kehadiran puteri Pamilutsih menggoda Samba, sampai akhirnya sang wahyu pergi.
Dari tiga pemuda itu, hanya satu yang berhasil mendapatkan wahyu, yakni Raden Abimanyu. Ia berhasil mengontrol diri, bahkan tidak tergoda dengan godaan wanita cantik.
Dewi Pamilutsih : “Duh satria bagus… cobalah buka matamu sejenak. Apa yang salah pada diriku… tubuhku… wajahku… apakah kesempurnaan ragaku tidak mampu memuaskan dahagamu akan asmara Raden….?
Abimanyu : “Sang Dewi…, menyingkirlah… bukan tawaranmu yang menjadi tujuanku bertapa… Kemuliaan praja dan keluargaku melebihi apapun yang memuaskan dahagaku.. Menyingkirlah!”
Abimanyu mengusir Dewi Pamilutsih dengan sopan. Untuk meningkatkan godaannya, dewi Pamilutsih matek aji karonsih… Dari tubuhnya yang mendekat ke Abimanyu tercium aroma seribu bunga yang sangat merangsang… Perlahan dielus dan dipijatnya pundak Abimanyu…. Bergetar badan Abimanyu mendapat usapan itu, getar kelaki-lakiannya bangkit, tapi kesadarannya bahwa semua itu tidak wajar membuatnya membentengi diri dengan permohonan keteguhan iman pada Hyang Widi Esa… Tiba-tiba badan Abimanyu mengeluarkan hawa panas menyengat yang membakar telapak tangan Dewi Pamilutsih… Badar wujud sang Dewi kembali sebagai Bathari Maninten yang segera didampingi Bathara Cakraningrat menemui Abimanyu.
B. Cakraningrat : “Abimanyu…, sudahlah…cukup Ngger, bangunlah dari tapamu… engkaulah pemilik Wahyu Cakraningrat Ngger..”
Abimanyu : “Duh jagad Dewa Bathara, pukulun.. .terimalah sembah bakti hamba… Terima kasih atas pemberian wahyu ini… Kalau demikian, apakah berarti dalam Barathayudha nanti, hamba berhasil memenangkan pertempuran untuk Pandawa dan melanjutkan tahta Pandawa …ya Pukulun?”
(Bathara Cakraningrat terdiam sesaat… senyap seketika, sebagai dewa dia sadar kisah Abimanyu akan berakhir dengan tragis. Bukan dia yang akan menjadi raja, karena diingkarinya kesetiaan pada istri… tapi anak keturunannyalah yang akan menjadi Raja)
B. Cakraningrat : “Oo Ngger….bukan wewenangku meng iyakan masa depan… tapi sesuai Sabda Hyang Wenang, jikapun bukan engkau yang menikmati keampuhan Wahyu Cakraningrat… anak keturunanmu sudah pasti, akan menjadi raja besar melanjutkan trah Pandawa.”
Sabda Bathara Cakraningrat itu sudah melegakan Abimanyu.
Saat Abimanyu kembali ke Amarta memberitakan keberhasilannya, Bathara Kresna langsung menjodohkan Abimanyu dengan putrinya Dewi Siti Sendari.. Sayang suratan nasib malah menjadi azab bagi Abimanyu, Dewi Siti Sendari mandul. Pernikahan Abimanyu dengan Dewi Utari putri Matsyapati dari Wirata, diawali dengan kebohongan, dusta dan pengkhianatan Abimanyu pada kesetiaan Siti Sendari, akhirnya Abimanyu pun ditakdirkan mati kranjang (dirajam ratusan panah) saat Barathayudha… dan istri yang belapati, mati obong untuk menemani Abimanyu adalah Siti Sendari. Karena Utari pada saat itu baru melahirkan putra satu-2nya dari Abimanyu, yaitu Rd Parikesit, yang akan menjadi Raja besar meneruskan wangsa Pandawa….