Renungan menuju Lebaran

Oleh Mustadihisyam

InsyaAllah beberapa hari lagi kita akan merayakan hari Lebaran setelah satu bulan kita melaksanakan ibadah shaum. Tradisi Hari Lebaran tidak lepas dari acara silaturrahmi dan saling maaf memaafkan, khususnya kepada kedua Ibu Bapak kita, jikalau beliau masih sugeng diberi umur panjang. Siapa lagi yang kita sungkemi terlebih dahulu  kalau tidak beliau berdua. Bahkan saat Lebaran banyak yang meneteskan air mata saat  terdengar alunan Takbir “Allaahu Akbar, Allaahu Akbar, Allaahu Akbar,  wa lillaa ilham”, karena  teringat akan Ibu dan atau Bapak yang sudah berkalang tanah, hanya batu nisan yang kita bisa jumpai.

Teringat masa lalu saat lebaran, saat kita masih kecil, kita diberinya pakaian baru, disediakan kue-kue, dimasakan opor ketupat, semua sudah tertata rapi di atas meja, kita makan bersama dan setelah itu kita cium tangannya. Digandengnya tangan kita, diajaknya kita ketanah lapang bersama-sama melaksanakan sholat ‘Ied, saat-saat yang indah sekali, bahagia dan haru…..kelembutan tangannya masih terasa di hati ini dan juga senyum beliau masih sangat jelas diingatan kita saat ini.

Oleh karena itu sengaja saya mengirim kembali tulisan saya tahun lalu, agar kita bisa mengingat dan merenung akan kasih sayang Ibu Bapak kepada kita, saat kita masih dalam belaiannya, dan kewajiban apa yang selayaknya kita berikan kepada beliau berdua baik yang masih hidup maupun yang sudah mendahului kita.

Manusia adalah insan yang berakal budi, apa yang dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya lebih dari untuk sekedar bisa hidup, tapi juga mengharapkan si anak itu bisa tumbuh jadi anak saleh, yang nantinya bisa menjadi seorang intelektualisme Islam yang sejati. Begitu besar harapan dan pengorbanan orang tua terhadap anaknya.

Setelah Anda jadi orang sukses seperti sekarang ini, setelah Anda sudah berumur hampir  setengah abad ini, setelah Anda jadi orang tua yang putra putrinya sudah dibangku kuliah ini,  timbullah pertanyaan dalam hati kita, apa yang harus kita perbuat untuk kedua orang tua itu ?

Dalam QS Al – Ahqaaf, ayat 15, kita diingatkan oleh Allah untuk merenung sejenak, ternyata ada wasiat Allah yang diberikan kepada manusia untuk orang tuanya. Dan dari hasil perenungan ini timbullah suatu kesadaran yang dalam dari lubuk hati seorang manusia, siapa kita ini, kita ada karena lantaran ibu dan bapak tercinta. Beliau telah melahirkan, nggulo wentah kita, mendoakan kita siang malam supaya jadi putra bangsa sejati.

Jangan pernah berpikir kalau sukses Anda sekarang adalah hasil jerih payah kita, sekolah kita, keringat kita. Jangan lupa, ibu dan bapak kita setiap malam jam 02.00 ketika semua sedang nyenyak tidur, beliau bangun dengan ikhlas memohonkan kepada Sang Pencipta untuk kebaikan anak-anak nya, supaya anak anaknya menjadi anak yang shaleh, jadi anak pinter berhasil sekolahnya dan dapat mengabdikan kepada bangsa dan negaranya.

Dalam QS Al – Ahqaaf, ayat 15 dijelaskan :

“Dan kami wasiatkan kepada manusia supaya dengan kedua ibu bapak nya, hendaklah berbuat baik” .

Inilah wasiat, perintah Allah kedua kepada munusia, sesudah perintah yang pertama berbakti kepada Allah, yaitu untuk berbakti kepada kedua orang tua.  Ayah dan ibu adalah cikal bakal kita lahir di muka bumi ini, jadi pertalian darah sangat dekat. Beliau menumpahkan kasih sayangnya, cintanya yang murni kepada anak-anaknya tanpa mengharapkan balasan sekecil apapun jua. Kadang-kadang makanan yang sudah ada dalam mulut ibu bapak dicabutnya karena diminta oleh anaknya, biarkan ibu bapak menahan lapar.

Tidaklah kita bertemu di dalam Al Qur’an atau Hadist yang memerintahkan supaya seorang ayah atau ibu memelihara putranya dengan baik. Sebab walaupun tidak diperintahkan, memelihara putra dengan baik akan pasti dikerjakan orangtuanya karena didorong oleh rasa kasih dan sayangnya.

Bahkan Allah mengingatkan agar kasih sayang yang diberikan kepada anak itu dibatasi, karena bisa menjadi fitnah. Itulah mengapa kita diperintahkan berbuat baik kepada orang tua, karena banyak anak yang lupa kepada ibu bapaknya setelah mereka dewasa. Begitu anak menjadi dewasa tidaklah sempat membalas jasa baik orang tuanya, karena dia sendiri menumpahkan kasih sayangnya kepada anaknya sendiri, sehingga seorang anak tidak akan bisa membalas jasa ibu bapaknya.

Islam menjadikan rumah tangga sebagai sendi pertama berdirinya suatu negara. Maka begitu pentingnya pergaulan ibu bapak dengan anak di waktu kecil, itulah pergaulan lingkungan pertama yang disebut al-Bai’atul ulaa. Maka kaum pendidik banyak yang tidak setuju dengan adanya asrama anak yatim. Karena dengan asrama itu anak-anak tidak mendapat kasih sayang  yang mendalam. Mereka berpendapat rumah tangga yang tidak dikaruniahi anak oleh Allah, supaya memelihara anak yatim di rumahnya, bukan anak yatim  diantarkan ke dalam asrama.

Lanjutan ayat 15

” Telah mengandung akan dia ibunya dengan susah payah dan telah melahirkannya dengan susah payah, dan mengandungnya dan menceraikannya selama tiga puluh bulan”.

Disini Allah memperingatkan kepada manusia betapa susah payahnya ibu sejak dari mengandung hingga melahirkan. Teringatlah akan tabiat burung pelikan, burung ini begitu sayang terhadap anaknya, sampai-sampai demi kelangsungan hidup anaknya, dia rela menghisap darahnya sendiri untuk minum anak-anaknya, setelah habis sang induk mati dengan  tidak menyesal dan anakpun tumbuh.

Pengorbanan seorang ibu yang benar-benar tulus kepada anaknya, dan tak mungkin terbalas  walaupun dibayar dengan berjuta-juta  uang. Dengan sifat Rachman dan RachimNya,  Allah mentakdirkan telur yang sudah di buahi oleh sperma  ayah itu menempel terus dalam dinding rahim ibu, sampai saatnya nanti lahir. Mulai saat di dalam rahim itulah Ibu sudah memberikan kasih sayangnya kepada anak-anaknya, itulah asal mula kandungan permpuan itu disebut Rahim artinya Kasihsayang. Selama melekat dalam rahim ibu, dia mulai mengisap darah ibu sebagai makan pokok.

Bertambah hari si janin bertambah besar, setelah melalui masa nuthfah (cairan segumpal) menjadi ‘aalqah (darah segumpal) kemudian menjadi mudhghah (daging segumpal) dalam masa 4 bulan 10 hari, kemudian tumbuh tulang, semakin banyaklah menghisap makanan dari ibu, sehingga si ibu bertambah lemah tubuhnya, berubah selera makannya. Semua makanan, minuman, sayuran  yang dimakan ibu disaringnya dalam darah buat makanan si jabang bayi itu. Tidurpun mulai berkurang dan tidak nyenyak, tapi si ibu tetap tersenyum, kepayahan tidak menyurutkan perjuangan untuk menunggu kelahiran si anak.

Setelah 9 bulan tibalah anak itu akan lahir, si ibu mengerang dan merintih kesakitan, namun senyum tetap tersungging di bibirnya. Si ayah pun dengan hati berdebar, gelisah menunggu kehadiran anaknya.  Akhirnya lahirlah si anak itu, kecil telanjang bulat, menangis seolah-olah tidak mau keluar dari rahim ibu yang penuh kasih sayang itu. Si ayah menghampiri, dan dicium kening istrinya sambil meneteskan air mata bahagia, si anakpun tidur pulas di samping ibunya.

Begitu besar pengorbanan ibu atas kelahiran anaknya, kadang-kadang bisa membawa kematian bagi ibu saat melahirkan. Setelah itu mulailah dengan kepayahan baru, jeritan tangisnya setiap hari mengganggu saat ibu tidur istirahat, digantinya popok sehabis pipis, di bersihkan kotorannya, dimandikan, tapi semua itu tidak membuat ibu bersedih, bahkan menjadi obat kepayahan ibu. Tugas ibu selanjutnya menyusui anaknya, semua makanan yang dimakan ibu menjelma menjadi air susu ibu yang sehat dan tidak ada tandingannya dengan susu semahal apapun, Allah Maha Pengasih!

Sekarang apa balasan kita sebagai anak kepada ibu ?

Pada suatu hari Rasulullah bertawaf  disekeliling Ka’bah, dilihatnya seorang laki-laki bertawaf sambil menggendong ibunya yang sudah tua. Selesai tawaf dengan menggendong ibunya, dia pergi ke Maqom Ibrahim, lalu sembahyang sunat bersama Rasul, setelah selesai sembahyang Rasul bertanya kepada orang itu:” Puaskah kamu menggendong ibumu mengerjakan ibadah ini?” Laki-laki itu menjawab: “Belum, belum terbalas jasanya walaupun buat sekali saja meneguk air susunya” (dirawikan oleh al-Hafizh al Bazzar).

Kelanjutan QS Al-Ahqaaf, ayat 15 :

Sehingga setelah mencapai dewasa dan mencapai empat puluh tahun, berkatalah dia: ” Tuhanku! Berikanlah peluang aku, supaya aku bersyukur atas nikmat Engkau yang telah Engkau nikmatkan ke atasku dan ke atas kedua ibu bapakku”.

Biasanya manusia kalau sudah mencapai umur 40 tahun telah mencapai kematangan dan kemantapan sebagai insan, dia mulai menyadari akan keberadaan orang lain disekitarnya, menyadari tidaklah mungkin manusia hidup sendiri, sehingga rasa egoisme, mau menang sendiri, merasa paling benar sendiri dan nafsu nya mulai berkurang. Tidak seperti saat ketika masih umur di bawah 40 tahun, dimana ego dan nafsunya masih menggebu-gebu.

Mungkin alasan inilah maka Nabi Muhammamd di angkat menjadi Nabi saat usia 40 tahun, Allah Maha Tahu.

Kami mensyukuri nikmatMu ya Allah, yang telah Engkau berikan kepada kami dan kepada ibu bapak kami, beliau dengan susah payah membesarkan kami, mendidik kami, memelihara kami, menumpahkan kasih sayangnya kepada kami hingga dewasa menjadi orang seperti saat ini, menjadi direktur, menjadi manager, mempunyai  rumah mewah, mobil, anak- istri-suami dan masih banyak lagi…. yang kami miliki.

Kami merasakan betapa banyak pengorbanan, suka duka, sedih dan gembiranya ibu bapak dalam membesarkan anak-anaknya. Rasa ini biasanya di alami saat kita usia 40 tahun, dimana anak-anak kita sudah mulai besar.

Tepat sekali apa yang dikatakan Hajjaj bin Abdullah al Hakami, seorang Pangeran dari Bani Umaiyah. Beliau berkata :

“40 tahun usia pertama aku meninggalkan dosa karena malu kepada manusia. Tetapi setelah usia  lewat 40 tahun aku meninggalkan dosa karena malu kepada Allah”.

Ucapan ini akan terasa sekali kalau kita sudah berumur 40 tahun lebih.

Sudahkah kita malu kepada Allah?

Kelanjutan QS Al – Ahqaaf, ayat 15:

“Dan supaya aku berbuat amal shalih yang Engkau ridhai “

Setelah kita bersyukur karena dilahirkan oleh orang tua yang baik-baik, selanjutnya wajiblah kita berbuat baik kepada ibu bapak dikala masih hidup, dan mendoakan setelah beliau meninggal, itulah anak shalih. Kemudian kita berdoa sendiri supaya kita dapat berbuat amal baik, menyambung perbuatan baik yang telah dirintis oleh orang tua kita. Kalau Beliau punya jasa-jasa baik lanjutkan jasa baik itu, misalkan beliau punya usaha yang manfaat bagi bagi masyarakat, lanjutkan usaha itu untuk kemaslahatan umat. Kalau beliau seorang guru, amalkan ilmu yang diajarkan beliau untuk mensejahterakan masyarakat.

Kelanjutan QS Al – Ahqaaf, ayat 15:

“Dan perbaikilah bagiku pada keturunanku”.

Dan kita berdoa kepada Allah, semoga kebaikan yang kita amalkan ini bisa menurun kepada anak turun kita, tidak putus berhenti sampai disini.

Banyak contoh orang tuanya seorang tokoh masyarakat, pemimpin bangsa ataupun seorang alim ulama, sehingga setelah beliau meninggal namanya di abadikan untuk nama jalan, nama bandara  dan lain sebagainya, karena jasa-jasa baiknya sewaktu hidup. Tetapi sayang sepeninggal beliau, anak turunnya tidak bisa meneruskan dan menjaga perbuatan baik beliau, sehingga putuslah sejarah kebaikan dari orang tua kepada anak-anaknya. Di umur kita yang sudah lebih dari empat puluh tahun ini, kita berdoa semoga ya..Allah amal kebaikan yang telah kami rintis selama berpuluh puluh tahun ini, janganlah putus begitu saja sepeninggal kami nanti. Warisan yang paling berharga dari orang tua yang sudah meninggal adalah Anak yang Shaleh !  Bukan rumah magrong-magrong, bukan ijazah S3, bukan mobil, bukan pula pangkat dan jabatan.

Kelanjutan QS Al – Ahqaaf, ayat 15:

“Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan aku adalah seorang Muslim”.

Namun dalam mengarungi bahtera kehidupan, untuk berbuat kebajikan ini, kadang-kadang tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan, oleh karena itu kami mohon ampun ya Allah, kami bertaubat kepadaMu. Tapi bagaimanapun juga kami tetap seorang Muslim, kami berserah diri dan pasrah kepadaMu  ya… Allah.

Inilah wujud pengakuan dari seorang Muslim sejati, mengakui kesalahan, mohon ampun dan bertaubat atas kesalahan nya, dan berserah diri kepada Allah.

Semoga  ayat 15, QS Al-Ahqaaf ini dapat menjadi bahan perenungan dan kita amalkan sebagai doa sehabis sholat.

SELAMAT BERLEBARAN 1431 H – bersama Keluarga Anda dan Ibu Bapak tercinta. Taqabballahu minna waminkum – Semoga Allah menerima Ibadah kami dan Anda semua!

Salam dari saya Mustadi & keluarga, Rini, Fitri dan Bagus.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp chat